Nggak Jelas
Kelihatannya, dikebanyakan orang, yang namanya belum punya pasangan alias jomblo (katanya siy itu istilah ngga bagus yah, di budaya tertentu, artinya kira kira “nggak laku” tapi jadi nge-tren sebagai orang yang ngga punya pasangan hihihi) biasanya ribut ribut masalah “nggak jelas”. Umumnya, yang disebut sebagai hal yang “nggak jelas” itu adalah ketidak-konsistenan dari sikap seseorang yang “dimaksud” sebagai pasangan.
Saya gunakan tanda kutip sebagai tanda bahwa banyak hal yang melatarbelakangi dan membumbui kata dimaksud itu. Misalkan saja, seseorang yang bermaksud menjadikan seseorang lainnya (ribet deh, bahasanya! Hehehe) sebagai pasangan menemukan sikap yang tidak kondusif (apa siy!? Hihi) dari seseorang yang “dituju”nya.
Niat menjadikan pasangan ini sekurang kurangnya ada 2: Ada yang untuk pasangan hidup dalam arti serius ingin menikah dengannya atau hendak menjadikannya pasangan “setengah hidup”. Maksudnya, kalau cocok menikah boleh juga, kalo ngga ya temenan aja. Hehehe. Ketidakjelasan ini kadang imbas dari karakter dan kebiasaan seseorang. Baik yang menginginkan seseorang menjadi pasangan maupun yang menjadi “yang diinginkan”.
Misalkan saja. Ada orang yang salah paham dengan sikap seseorang yang awalnya tidak diinginkannya menjadi pasangan alias ‘temenan’ saja. Namun lambat laun ia menjadi berpikir untuk menjadikan temannya itu menjadi orang yang diinginkan menjadi pasangannya. Dengan sekian kualifikasi ternyata sang teman masuk ke dalam kategori pasangan yang ideal bagi seseorang itu. Ditambah lagi sang teman itupun disinyalir menginginkan hubungan mereka lebih pasti dari “apakah sekadar berteman” atau “diseriusin” saja. Singkat cerita, ternyata sang teman itu menikah dengan orang lain. Dan ternyata lagi, salah seorang teman saya bilang, tidak hanya si seseorang itu yang menyangka bahwa si teman menginginkannya sebagai pasangan. Tapi lebih dari satu orang! Hehehehe.
Itu baru satu contoh. Contoh lain. Misalkan seseorang bernama Rani menaruh perhatian pada si Rano. Singkat cerita (kali ini bener bener singkat. Hihihi) mereka “selisipan” jalan. Rani lebih dulu menginginkan Rano sebagai pasangannya. Dan berhenti berharap karena menurutnya Rano tidak juga “ngeh” akan penantiannya. Saat Rano berganti menginginkannya sebagai pasangan (bukan pasangan hidup. Karena cerita ini cerita teman saya jaman SMP. Hehehe. Jadi dapat dipastikan mereka belum berpikir untuk berpasangan sebagai teman hidup)
Tapi, Rani tidak lagi menginginkannya. Ia sudah mendapatkan calon pasangan lain yang diperkirakan lebih menjanjikan suatu hubungan yang jelas. Sampai hari ini saya dan teman teman masih suka menceritakan hal itu sambil tertawa tawa. Lucu sekali. “Selisipan suka”. Sembari tidak satupun dari mereka yang mengetahui hal itu. Kok bisa? Iyalah. Masing masing pihak cerita ke temannya tanpa konfirmasi kepada yang berwenang alias bukan langsung ke masing masing orang yang mereka tuju.
Herannya. Sepertinya urusan “nggak jelas” ini kadang memang bisa jadi topik biasa dikalangan orang orang yang belum punya pasangan tetap (pasangan hidup atau “setengah hidup” itu) bahkan sampai saat ini, saat sudah tuwir (baca: tidak muda lagi) begini, saya masih saja menemukan urusan seperti ini di antara kenalan saya yang sama tuwir-nya sama saya. Hihihihi.
Saya mengerti siy mengapa ketidakjelasan ketidakjelasan itu bisa hadir. Ada yang beda banget karakternya. Sampai sampai yang bermaksud sekadar baik jadi dikira “ada apa apa” atau sebaliknya. “ada apa apa” tapi dikira “sekadar memang tipikal baik hati dan gemar menolong” hehehe. Ada yang memang malas mengklarifikasi. Atau gengsian. Atau memang senang aja memanfaatkan situasi “nggak jelas” tanpa berpikir untuk serius memikirkannya lebih jauh (kurang ajar yang ini mah. Hihihi)
Entah apa sebabnya, paling tidak ke“ngga jelas”an ini bisa ditanggapi dengan 2 cara: Minimal loh. Cara pertama: Ya Tanya aja. Susah amat. Hehe. Cara kedua: Ya cuekin aja. Kalo tauk “ngga jelas” itu ngga enak kenapa harus pusing pusing mikirin yang “nggak jelas”? Hihihihi.
(sayangnya, sepertinya sampai nanti nanti pun akan tetap ada urusang “ngga jelas” kayak gini. Hihihihi)
(Zirlygita Jamil)
Saya gunakan tanda kutip sebagai tanda bahwa banyak hal yang melatarbelakangi dan membumbui kata dimaksud itu. Misalkan saja, seseorang yang bermaksud menjadikan seseorang lainnya (ribet deh, bahasanya! Hehehe) sebagai pasangan menemukan sikap yang tidak kondusif (apa siy!? Hihi) dari seseorang yang “dituju”nya.
Niat menjadikan pasangan ini sekurang kurangnya ada 2: Ada yang untuk pasangan hidup dalam arti serius ingin menikah dengannya atau hendak menjadikannya pasangan “setengah hidup”. Maksudnya, kalau cocok menikah boleh juga, kalo ngga ya temenan aja. Hehehe. Ketidakjelasan ini kadang imbas dari karakter dan kebiasaan seseorang. Baik yang menginginkan seseorang menjadi pasangan maupun yang menjadi “yang diinginkan”.
Misalkan saja. Ada orang yang salah paham dengan sikap seseorang yang awalnya tidak diinginkannya menjadi pasangan alias ‘temenan’ saja. Namun lambat laun ia menjadi berpikir untuk menjadikan temannya itu menjadi orang yang diinginkan menjadi pasangannya. Dengan sekian kualifikasi ternyata sang teman masuk ke dalam kategori pasangan yang ideal bagi seseorang itu. Ditambah lagi sang teman itupun disinyalir menginginkan hubungan mereka lebih pasti dari “apakah sekadar berteman” atau “diseriusin” saja. Singkat cerita, ternyata sang teman itu menikah dengan orang lain. Dan ternyata lagi, salah seorang teman saya bilang, tidak hanya si seseorang itu yang menyangka bahwa si teman menginginkannya sebagai pasangan. Tapi lebih dari satu orang! Hehehehe.
Itu baru satu contoh. Contoh lain. Misalkan seseorang bernama Rani menaruh perhatian pada si Rano. Singkat cerita (kali ini bener bener singkat. Hihihi) mereka “selisipan” jalan. Rani lebih dulu menginginkan Rano sebagai pasangannya. Dan berhenti berharap karena menurutnya Rano tidak juga “ngeh” akan penantiannya. Saat Rano berganti menginginkannya sebagai pasangan (bukan pasangan hidup. Karena cerita ini cerita teman saya jaman SMP. Hehehe. Jadi dapat dipastikan mereka belum berpikir untuk berpasangan sebagai teman hidup)
Tapi, Rani tidak lagi menginginkannya. Ia sudah mendapatkan calon pasangan lain yang diperkirakan lebih menjanjikan suatu hubungan yang jelas. Sampai hari ini saya dan teman teman masih suka menceritakan hal itu sambil tertawa tawa. Lucu sekali. “Selisipan suka”. Sembari tidak satupun dari mereka yang mengetahui hal itu. Kok bisa? Iyalah. Masing masing pihak cerita ke temannya tanpa konfirmasi kepada yang berwenang alias bukan langsung ke masing masing orang yang mereka tuju.
Herannya. Sepertinya urusan “nggak jelas” ini kadang memang bisa jadi topik biasa dikalangan orang orang yang belum punya pasangan tetap (pasangan hidup atau “setengah hidup” itu) bahkan sampai saat ini, saat sudah tuwir (baca: tidak muda lagi) begini, saya masih saja menemukan urusan seperti ini di antara kenalan saya yang sama tuwir-nya sama saya. Hihihihi.
Saya mengerti siy mengapa ketidakjelasan ketidakjelasan itu bisa hadir. Ada yang beda banget karakternya. Sampai sampai yang bermaksud sekadar baik jadi dikira “ada apa apa” atau sebaliknya. “ada apa apa” tapi dikira “sekadar memang tipikal baik hati dan gemar menolong” hehehe. Ada yang memang malas mengklarifikasi. Atau gengsian. Atau memang senang aja memanfaatkan situasi “nggak jelas” tanpa berpikir untuk serius memikirkannya lebih jauh (kurang ajar yang ini mah. Hihihi)
Entah apa sebabnya, paling tidak ke“ngga jelas”an ini bisa ditanggapi dengan 2 cara: Minimal loh. Cara pertama: Ya Tanya aja. Susah amat. Hehe. Cara kedua: Ya cuekin aja. Kalo tauk “ngga jelas” itu ngga enak kenapa harus pusing pusing mikirin yang “nggak jelas”? Hihihihi.
(sayangnya, sepertinya sampai nanti nanti pun akan tetap ada urusang “ngga jelas” kayak gini. Hihihihi)
(Zirlygita Jamil)
Comments
kalau itu cewek "DONT TRY....HONEY...!" emang mau dapat evil wish nya cowok terdzolimi?(tri)
iniy kayaknye pengalaman pribadi deey... hihihihi...
pernah bikin evil wish untuk cewe yang nggak jelas yah, pak?
hihihihi....
*cengar cengir*
tp sukses yah dengan blog-nya.
gue gak enak nih jadinya disuruh tulis pesen tp baru disempet2in sekarang :">
lain kali makan mie lagi yah ama yayan. bye gita ;-)
makasiy dah sudi mampir ye boo...
eh, kamu ngga jomlo kan?
trus kenapa pake bilang bilang "hidup jomlo"?
*senyam senyum sendiri*
manusia hidup didunia ini tdk ada yg sempurna and kehidupan yg kita milikipun tdk ada yg sesempurna kita idamkan, begitupun soal kehidupan asmara. Waktu kita ketemu seseorang and kita punya "kling' dihati kita berharap he's the one. dengan berjalannya waktu secara langsung kita belajar memahami karakter masing2x, kalo teryata dia nggak memiliki misi yg sama (yaitu segera menikah), bagaimana??? bukan berarti masa depan kita stuck kan? lagi pula kelamaan pacaran jg tidak baik kan? bagaimana kalo sampe ada setan lewat?? hiiyyy....
kadang kita harus berani ambil keputusan besar dlm hidup, walau sebenarnya mengorbankan perasaan orang lain and yg lebih sakitnya perasaan kita sendiri...asal ikhlas, insyaallah perjalanan hidup baru kita selalu diberkahi ALLAH.
Mami Kim
to mami Kim:
thanks for 'mampir' yeee....
guwe kangen ame lu, beb!!!
"asal ikhlas, insyaallah perjalanan hidup baru kita selalu diberkahi ALLAH."
and thanks for remembering me about "ikhlas", hunny....
always luv u,
me
met lebaran