Yuk, Hidup Sederhana!



Gaya hidup misalnya, kita tidak perlu terlihat miskin bila ingin mencoba hidup dengan sederhana. Sederhana bukan miskin, akan tetapi hidup sesuai dengan kebutuhan. Ya itu tadi, “tidak berlebih-lebih”. Salah satu kajian tentang sederhana menyebutkan bahwa diantara hambatan yang menyebabkan kita sulit hidup sederhana, adalah kualitas diri kita sendiri.
Berlepas dari sejauh mana kajian tentang sederhana ini memiliki keakuratan penelitian, setidaknya ada tiga kualitas diri yang dapat menghambat kesuksesan kita menjalani hidup secara sederhana:
1. Kecenderungan Untuk Serakah
Kita akan mengalami kesulitan untuk memiliki pola hidup sederhana, kalau kita tidak mampu menjinakkan kecenderungan keinginan memperluas atau memperbanyak sesuatu secara serakah. Kita cenderung ingin hal baru sebanyak-banyaknya sementara saat ini satu hal belum lagi tuntas kita manfaatkan. Kita cenderung tidak maksimal dalam memanfaatkan apa-apa yang kita miliki sekarang. Kita perlu belajar dari kehidupan orang-orang sukses yang umumnya justru memulai kesuksesannta dari nilai-nilai kesederhanaan yang dimilikinya.
2. Ketidakpuasan
Kecenderungan kita untuk serakah di atas, tidak bisa dipisahkan dari unsur ketidakpuasan di dalam diri kita sendiri. Ketidakpuasan menghalangi kita untuk hidup sederhana. Ketidakpuasan di sini identik dengan ketidakmampuan kita menciptakan rasa bahagia di dalam diri sendiri, sebagai kunci hidup. Bukan tidak puas dalam konteks positif dimana kita selalu ingin lebih baik dari hari kemarin.
3. Rendah Diri
Kemungkinan ketiga yang paling mungkin menjawab mengapa orang tidak merasa bahagia dengan dirinya adalah karena adanya rasa rendah diri (Inferioritas). Bila kita termasuk orang rendah diri, kita akan mudah terjebak dalam pola hidup yang tidak sederhana, dengan cara menipu diri -self deception (Hamacheck: 1987). Praktek hidup yang mudah dikenali dari orang-orang yang rendah diri adalah: a) mengurangi tanggung jawab (taking credit) atau minimalistis, b) terlalu mementingkan diri sendiri (self ego) karena rasa takut, c) beranggapan bahwa orang lainlah yang harus berubah, d) menolak tanggung jawab hidup untuk mengubah diri menjadi lebih baik.
Kita bisa mencoba memulai hidup sederhana. Misalnya dengan menulis kembali tujuan hidup kita, termasuk cara mencapainya. Tujuan hidup yang jelas (spesific), terukur, punya padanan fisik (measurable), bisa dicapai (attainable), relevan (relevant), dan punya tahapan waktu (time-based). Untuk bisa hidup sderhana kita juga perlu mampu mengidentifikasi dan menyeleksi hal-hal yang perlu dan tidak perlu dalam hidup kita. Misalkan:
- Barang.
Tak perlu menggunakan barang dengan teknologi yang sebenarnya kita tidak memerlukannya. - Keadaan.
Tidak semua keadaan membutuhkan response dari kita. Ada yang perlu dilupakan dan diselesaikan. - Cara.
Tidak semua pekerjaan harus ditangani sendiri meski tidak semua bisa didelegasikan - Masa Lalu.
Dari sekian lembar masa lalu, ada yang masih bisa kita gunakan landasan merumuskan masa depan dan juga ada yang sama sekali tidak berguna dan sebaiknya kita lupakan saja.
Masing-masing kita memang berkecenderungan untuk berbuat baik dan sebaliknya. Kecenderungan kita untuk melakukan hal yang buruk itu lah yang menyebabkan kita bisa serakah, selalu tidak puas, rendah diri, atau hal buruk lain yang diyakini bisa menjauhkan kita dari hidup sederhan. Karena kita bisa memilih menjadi orang yang buruk kalau kita mau. Sama seperti pernyataan bahwa kita sebenarnya bisa hidup sederhana kalau kita mau. Hidup sesuai kebutuhan. “Tidak tinggi – tidak rendah, tidak berlebih-lebih”.Tapi apakah kita mau? Itu hanya bisa dijawab oleh masing-masing kita.
(Zirlygita Jamil)
Comments
tapi memang harus kita coba...