Saia Rajin dan Cerdas. Hanya saja.....
“ADD (Attention Deficit Disorder)
Salah satu gejala yang sering dihubungkan dengan Attention Deficit Disorder adalah tidak menaruh perhatian pada kegiatan atau tidak fokus pada suatu pertemuan atau percakapan, alias terdistraksi.
Sementara pada mereka yang menderita ADD juga ditandai dengan kesulitan menyusun prioritas yang menjadi kewajibannya. Hal ini akan menyebabkan seseorang dengan ADD akan kesulitan memenuhi tenggat waktu yang diberikan, merapikan barang-barang miliknya, atau juga mengambil jarak terjauh untuk mencapai tempat tujuan.
(#sumber: https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/anda-mudah-terdistraksi-atau-add)
Saia tidak merasa ada yang berbeda dalam hidup hingga duduk di bangku sekolah atas. Menjalani kehidupan usia sekolah di tingkat dasar dan menengah saia sekadar menemukan bahwa saia lebih terlambat hadir ke sekolah dan ke semua pertemuan yang ada, dibanding teman-teman saia. Saia mendapati diri lebih cepat mengerti pelajaran yang dijelaskan guru dari teman-teman saia tapi paling dulu lupa atas semua yang saia pahami. Meski sejak usia kanak-kanak saia sudah merasa kesulitan bangun pagi, tapi semua itu tidak ada apa-apanya dibanding masa kecil yang oke-oke saja. Tidak ada masalah berarti. Saia hepi dengan keadaan yang ada.
Di bangku sekolah atas baru saia merasa ada yang berbeda. Saia makin sulit mengejar ketinggalan pelajaran, pengetahuan dan lainnya. Di eskul, memahami teori sebelum praktek amat sulit saia temukan. Ketika semua teman satu angkatan saia sudah paham, saia masih meraba-raba apa maksudnya tadi. Ketika hampir enam bulan berjalan, saia baru mulai paham apa yang dimaksud dengan teori pengantar yang diajarkan kakak senior. Menyedihkan sekali memang.
Tiba saat nya saia harus menjalani pendidikan tingkat perguruan tinggi. Saia tidak lolos ujian masuk perguruan tinggi negeri. Tapi saia masuk diploma di bawah manajemen universitas terbaik di Indonesia saat itu. Seperti masa sekolah dasar saia hampir tidak pernah belajar karena saia tidak pernah sukses berkonsentrasi meski hanya untuk lima menit. Tapi Alhamdulillah, setelah susah payah menyelesaikan tugas akhir, saia dapat indeks prestasi (IP) cukup baik sehingga uang wisuda dikembalikan karena saia termasuk mahasiswi yang mendapat ‘hadiah’ karena IP lumayan tadi.
Lepas diploma saia melanjutkan ke jenjang strata satu, namanya kuliah ekstensi, “menyambung”kan diploma saia hingga mendapat gelar sarjana, begitulah kira-kira. Disini saia mulai lagi merasa tidak nyaman, sama seperti saat duduk di bangku sekolah menengah atas. Semuanya jadi sulit bagi saia, apalagi saat yang sama saia juga mendapat kesempatan kerja. Jadi saia kuliah sambil bekerja. Yang di masa depan saia syukuri juga karena dengan begitu, dengan banyaknya tugas kerja dari kantor menambah kerjaan saia menyelesaikan tugas kuliah saia, waktu saia jadi terpakai dengan lebih efisien. Akhir sekolah saia, saia lulus dengan prestasi pas-pasan. IP saia di bawah 3. Tapi bisa lulus. Cukupan lah begitu.
Saia sidang skripsi tidak lama dari hari pernikahan, dan wisuda tidak lama setelah menyandang predikat “istri” dari seseorang. Pembimbing skripsi saia saat itu sampai bertanya khusus di salah satu waktu bimbingannya, “Kamu apa ngga punya waktu lain untuk menikah? Kamu sampai-sampai harus menggabungkan waktu sidang skripsi, dan menikah di bulan yang sama, sementara kamu juga statusnya karyawati saat ini”. Saia hanya bisa menyeringai saat beliau menanyakan hal itu. Bukan senyum manis. Saia hanya benar-benar sanggup menyeringai. Ahahahah.
7 tahun lepas mendapat gelar sarjana, saia keluar dari kerjaan saia di salah satu lembaga pemerintah non departemen, yang saat itu berkantor di kawasan elit nan teduh, karena banyak pepohonan rindang: Kebon Sirih. Alasan saia karena anak saia membutuhkan saia di rumah. Saia sedang dalam kondisi kritis yang jamak dialami ibu bekerja: berada dalam situasi tidak ada...asisten rumah tangga.
Dengan berhenti bekerjanya saia disatu sisi saia tidak lagi memiliki pendapatan pribadi buat senang-senang menggunakan uang sendiri, ahahahahay, tapi disisi lain saia juga bisa menurunkan stress akibat pekerjaan, selayaknya orang bekerja, laki-laki atau perempuan. Umumnya pasti pernah merasakan stress karena pekerjaan. Apalagi saia melihat kalau saia ini pelupa dan sering menunda pekerjaan. Tugas kantor saia menjadi menumpuk, membuat saia harus ‘akrobat’ setiap hari mengatur waktu agar semua pekerjaan bisa terselesaikan dengan baik, sambil banyak hal terus-terus mengalihkan perhatian saia dari pekerjaan. Kusut sekali hidup saia saat itu rasanya.
namun tidak lama kenyamanan itu saia rasakan, muncul stress baru: saia mulai harus mengatur hidup saia secara mandiri. Tidak ada lagi jam kerja yang mengikat, tidak ada keharusan-keharusan yang membuat saia harus mengatur diri dengan ketat, secara mandiri, berdasar tuntutan pribadi yang mengacu pada standar umum. Saia menemukan bahwa rasanya hidup saia lebih kusut dari sebelumnya. Saia kesulitan mengatur diri sendiri.
Syukurnya, disatu hari disaat saia masih ngantor, ditengah kesibukan saia menyelesaikan tugas kantor, saia (lagi-lagi) teralihkan perhatian pada artikel tentang kondisi mental yang disebut ” ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau pada orang dewasa kerap disebut ADD saja, mengingat orang dewasa lebih mampu menahan diri untuk tidak terlalu bertingkah hiperaktif, ahahahah.
Tahun demi tahun, sedikit demi sedikit, perlahan-lahan (tentu saja, karena saia kan selalu terpecah konsentrasi, teralihkan oleh hal lain kaaannnn) saia kumpulkan info apa itu ADD bagaimana ciri nya, bagaimana solusi untuk mengurangi efek disordernya, dan masih banyak lagi info yang saia kumpulkan.
Meski saia sampai hari ini tidak pernah memeriksakan diri ke dokter, saia sadari banyak ciri ADD pada dewasa terdapat pada diri saia. Dan semakin banyak menyimak penjelasan tentang ADD ini, baik dari pakar dan praktisi, semakin paham akan apa yang terjadi dengan diri saia selama ini. Dari kisah yang dibagikan oleh sesama penderita ADD, saia jadi makin memahami kondisi orang-orang itu, yang mirip-mirip dengan apa yang saia alami, masa kecil mereka, masa sekolah mereka, situasi mereka sebagai professional dan salah paham yang mereka alami sepanjang hidup.
Orang-orang dewasa dengan ADD itu kerapkali disalahartikan sebagai orang yang bodoh, ceroboh, pemalas, tidak peduli dan masih banyak lagi. Pertolongan medis atau terapi disiplin dengan bantuan orang lain memang akan membantu. Yang akhirnya diharapkan mereka benar bisa mandiri mengatur, mengatasi ADD yang dimiliki, dari suatu disabilitas yang menghancurkan hidup menuju ‘keterbatasan’ yang bisa dimaksimalkan.
Orang dewasa dengan kelainan ADD ini bukan malas atau bodoh, mereka adalah orang-orang yang rajin dan cerdas, dan mereka mampu untuk fokus. Hanya saja, mereka fokus untuk hal-hal yang mereka sukai. Kalau untuk sesuatu yang mereka sukai atau sedang gandrungi, mereka bisa terlalu fokus. Bisa mengerjakannya berjam-jam atau bahkan berhari-hari.
Saia bersyukur sekali kalau sebelum saia menemukan fakta ADD ini pun saia sudah banyak memaklumi diri, banyak memaafkan diri sendiri, meski sambil bingung juga, ada apa dengan saia. Dan setelah saia menemukan bahwa saia ini banyak miripnya dengan orang-orang dewasa dengan kelainan ADD, saia jadi makin paham apa yang sedang terjadi, ada yang unik memang dengan cara kerja otak saia, -berdasar artikel tentang ADD-, dan itu bukan kekurangan yang saia buat-buat. Kondisi ini memang diluar keinginan saia, dan saia masih punya banyak harapan untuk lebih baik dari hari ini, diawal dengan berdamai dengan ‘penyakit’ ini, diikuti dengan mencari strategi untuk meminimalisir efek merugikan dari ‘keterbatasan’ saia ini.
Kampung Pela, 5 Januari 2018, Pukul 14;17 siang bolong
-saat ngeblog terasa tak tenang karena ditungguin anak yang mau pakai PC juga
Comments